BIOLOGI kelas C

BIOLOGI kelas C

Kamis, 01 Mei 2014

TUMBUHAN PAKU EKOR KUDA (SPHENOPHYTA)


MAKALAH

TUMBUHAN PAKU EKOR KUDA (SPHENOPHYTA)

 

 











DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK XVIII

1.        DIAN ISLAMIATY
2.        YULITA BILI

 

 

 

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

IKIP MATARAM

2012




 
 

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dengan judul “Paku Ekor Kuda (Sphenophyta)”.
Kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan maupun kekeliruan. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya.
Dan tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi diri kami pribadi dan bagi para pembaca pada umumnya.


Mataram,   November 2012


Penyusun



ii
 

 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR........................................................................................ ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I      PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A.  Latar Belakang .............................................................................. 1

B.  Rumusan Masalah.......................................................................... 2

C.  Tujuan Masalah ............................................................................. 2

BAB II     PEMBAHASAN .............................................................................. 3

A.  Klasifikasi Paku Ekor Kuda........................................................... 3
B.  Ciri-ciri Paku Ekor Kuda (Sphenophyta)................................... 4
C.  Habitat Tanaman Paku Ekor Kuda ............................................ 5
D.  Metagenesis atau Pergiliran Keturunan Paku................................ 6
BAB III   PENUTUP....................................................................................... 11
A.  Kesimpulan.................................................................................. 11
B.  Saran ........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12    


iii
 
 











BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Tanaman paku ekor kuda tepat untuk daerah yang berair, atau area-area yang kurang baik pengeringannya. Hal lain yang menarik, ternyata tanaman paku ekor kuda adalah sebuah fosil hidup.  Tanaman paku ekor kuda itu persis seperti fosil paku ekor kuda yang diukur berusia lebih dari 145 juta tahun waktu yang oleh para penganut teori evolusi disebut sebagai Periode Jurassic atau ‘era dinosaurus’.
Fosil paku ekor kuda tersebut juga ‘fosil-fosil hidup’ lainnya menyatakan ketidak berubahan, dan tidak menyatakan perubahan evolusioner. Tapi fosil paku ekor kuda tersebut malah sering dipamerkan sebagai bukti dari skema waktu paham evolusi, dan diapun dideskripsikan dalam istilah-istilah paham evolusi. Contohnya paku ekor kuda “terlalu primitif untuk menghasilkan benih jadi mereka bereproduksi dengan spora seperti pakis”1.
Pertama, tidak pernah ada perubahan yang bersifat evolusi (anggapan tentang ‘keprimitifan’ lawan ‘kemoderenan’ tidak berlaku) tetumbuhan paku ekor kuda juga menghasilkan tetumbuhan paku ekor kuda, bereproduksi “sesuai dengan jenisnya”,
Kedua, fosil-fosil paku ekor kuda di sekeliling dunia terawetkan dengan begitu bagus, hal ini pas dengan peristiwa banjir global 4500 tahun yang lalu terjadi bencana penguburan besar-besaran. Tanaman paku ekor kuda dan dinosaurus, dua-duanya diciptakan bersama dengan segala yang lain, pada minggu penciptaan sekitar 6000 tahun yang lalu mereka tidak mengkonfirmasi anggapan paham evolusi.

 





B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat disusun rumusannya masalahnya sebagai berikut :    
1.      Mengetahui klasifikasi tanaman paku ekor kuda
2.      Mengetahui mengetahui ciri-ciri tanaman paku ekor kuda  
3.      Mengetahui habitat tanaman paku ekor kuda
4.      Mengetahui metagenesis tanaman paku ekor kuda
5.      Mengetahui pembagian kelas tanaman paku ekor kuda

C.     Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui klasifikasi tanaman paku ekor kuda
2.      Untuk mengetahui mengetahui ciri-ciri tanaman paku ekor kuda 
3.      Untuk mengetahui habitat tanaman paku ekor kuda
4.      Untuk mengetahui metagenesis tanaman paku ekor kuda
5.      Untuk mengetahui pembagian kelas tanaman paku ekor kuda




BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Klasifikasi Paku Ekor Kuda
Equisetum 
telmateia telmateia
Equisetum telmateia telmateia
Kerajaan  :
Divisi       :
Kelas        :
Ordo         :
Famili       :
Equisetaceae
Equisetum

Nama paku ekor kuda merujuk pada segolongan kecil tumbuhan (sekitar 20 spesies) yang umumnya terna kecil dan semua masuk dalam genus Equisetum (dari equus yang berarti "kuda" dan setum yang berarti "rambut tebal" dalam bahasa Latin). Anggota-anggotanya dapat dijumpai di seluruh dunia kecuali Antartika. Di kawasan Asia Tenggara (Indonesia termasuk di dalamnya) hanya dijumpai satu spesies alami saja, E. ramosissimum subsp. debile, yang dikenal sebagai rumput betung dalam bahasa Melayu, tataropongan dalam bahasa Sunda, dan petongan dalam bahasa Jawa. Kalangan taksonomi masih memperdebatkan apakah kelompok ekor kuda merupakan divisio tersendiri, sebagai Equisetophyta (atau Sphenophyta), atau suatu kelas dari Pteridophyta, sebagai Equisetopsida (atau Sphenopsida). Hasil analisis molekular menunjukkan kedekatan hubungan dengan Marattiopsida.
Semua anggota paku ekor kuda bersifat tahunan, terna berukuran kecil (tinggi 0.2-1.5 m), meskipun beberapa anggotanya (hidup di Amerika Tropik) ada yang bisa tumbuh mencapai 6-8 m (E. giganteum dan E. myriochaetum).

B.     Ciri-ciri Paku Ekor Kuda (Sphenophyta)
Batang tumbuhan ini berwarna hijau, beruas-ruas, berlubang di tengahnya, berperan sebagai organ fotosintetik menggantikan daun. Batangnya dapat bercabang. Cabang duduk mengitari batang utama. Batang ini banyak mengandung silika. Ada kelompok yang batangnya bercabang-cabang dalam posisi berkarang dan ada yang bercabang tunggal. Daun pada semua anggota tumbuhan ini tidak berkembang baik, hanya menyerupai sisik yang duduk berkarang menutupi ruas. Spora tersimpan pada struktur berbentuk gada yang disebut strobilus (jamak strobili) yang terletak pada ujung batang (apical). Pada banyak spesies (misalnya E. arvense), batang penyangga strobilus tidak bercabang dan tidak berfotosintesis (tidak berwarna hijau) serta hanya muncul segera setelah musim salju berakhir. Jenis-jenis lain tidak memiliki perbedaan ini (batang steril mirip dengan batang pendukung strobilus), misalnya E. palustre dan E. debile.


 








Batang fertil E. arvense dengan strobilus di ujungnya. Batang ini muncul pada akhir musim salju, sebelum munculnya batang steril yang fotosintetik (lihat gambar di taxobox).
Batang fertil E. arvense dengan strobilus di ujungnya. Batang ini muncul pada akhir musim salju, sebelum munculnya batang steril yang fotosintetik (lihat gambar di taxobox).
Spora yang dihasilkan paku ekor kuda umumnya hanya satu macam (homospor) meskipun spora yang lebih kecil pada E. arvense tumbuh menjadi protalium jantan. Spora keluar dari sporangium yang tersusun pada strobilus. Sporanya berbeda dengan spora paku-pakuan karena memiliki empat "rambut" yang disebut elater. Elater berfungsi sebagai pegas untuk membantu pemencaran spora.

C.    Habitat Tanaman Paku Ekor Kuda
Paku ekor kuda menyukai tanah yang basah, baik berpasir maupun berlempung, beberapa bahkan tumbuh di air (batang yang berongga membantu adaptasi pada lingkungan ini). E.arvense dapat tumbuh menjadi gulma di ladang karena rimpangnya yang sangat dalam dan menyebar luas di tanah. Herbisida pun sering tidak berhasil mematikannya. Di Indonesia, rumput betung (E. debile) digunakan sebagai sikat untuk mencuci dan campuran obat.
Pada masa lalu, kira-kira pada zaman Karbonifer, paku ekor kuda purba dan kerabatnya (Calamites, dari divisio yang sama, sekarang sudah punah) mendominasi hutan-hutan di bumi. Beberapa spesies dapat tumbuh sangat besar, mencapai 30 m, seperti ditunjukkan pada fosil-fosil yang ditemukan pada deposit batu bara. Batu bara dianggap sebagai pengerasan sisa-sisa serasah dari hutan purba ini.
Contoh spesies
Subgenus Equisetum
1.       Equisetum arvense - paku ekor kuda ladang
2.       Equisetum bogotense - paku ekor kuda Andes
3.       Equisetum diffusum - paku ekor kuda Himalaya
4.       Equisetum fluviatile - paku ekor kuda air
5.       Equisetum palustre - paku ekor kuda rawa

D.    Metagenesis atau Pergiliran Keturunan Paku
Pada metagenesis tumbuhan paku, baik pada paku homospora, paku heterospora, ataupun paku peralihan, pada prinsipnya sama. Ketika ada spora yang jatuh di tempat yang cocok, spora tadi akan berkembang menjadi protalium yang merupakan generasi penghasil gamet atau biasa disebut sebagai generasi gametofit, yang akan segera membentuk anteredium yang akan menghasilkan spermatozoid dan arkegonium yang akan menghasilkan ovum. Ketika spermatozoid dan ovum bertemu, akan terbentuk zigot yang diploid yang akan segera berkembang menjadi tumbuhan paku. Tumbuhan paku yang kita lihat sehari-hari merupakan generasi sporofit karena mampu membentuk sporangium yang akan menghasilkan spora untuk perkembangbiakan. Fase sporofit pada metagenesis tumbuhan paku memiliki sifat lebih dominan daripada fase gametofitnya. Apabila kita amati daun tumbuhan paku penghasil spora (sporofil).

Equisetinae dibedakan dalam beberapa bangsa.
Bangsa ini hanya terdiri dari suku Eqisetaceae dan satu marga Equisetum dengan 25 jenis saja. Tumbuh sebagian di darat, sebagian di rawa-rawa. Memiliki semacam rimpang yang merayap, dengan cabang yang berdiri tegak. Pada buku-buku batang terdapat suatu karangan daun serupa selaput atau sisik, berbentuk runcing, mempunyai satu berkas pengangkut kecil. Karena daun amat kecil, batang dan cabang-cabangnya yang mempunyai fungsi sebagai asimilator, tampak berwarna hijau karena mengandung klorofil. Di antara warga Equisetales terdapat beberapa jenis yang mempunyai semacam umbi untuk menghadapi kala yang buruk, ada pula yang tetap berwarna hijau.
Sporofil tersusun dalam rangkaian yang berseling, dan karena pendeknya ruas-ruas pendukung sporofil, maka rangkaian sporofil terkumpul menyerupai suatu kerucut pada ujung batang. Sporofil berbentuk perisai atau meja dengan satu kaki di tengah, dengan beberapa sporangium (5-10) berbentuk kantung pada sisi bawahnya.
Jaringan sporogen mula-mula diliputi oleh dinding yang terdiri atas beberapa lapis sel. Seperti biasanya, dinding sel-sel dalam (tupetum) terlarut, plasmanya merupakan periplasmodium yang masuk di antara spora-spora, dan habis terpakai untuk pembentrukan dinding spora. Jika spora telah masak, sporangium hanya mempunyai dinding yang terdiri atas selapis sel saja. Sel-selnya mempunyai penebalan berbentuk spiral atau cincin. Sporangium yang telah masak pecah menurut suatu retak pada bagian dinding yang menghadap ke dalam. Retak itu terjadi karena pengaruh kekutan kohesi air yang menguap dan berkerutnya dinding sel yang tipis pada waktu mengering.
Spora mempunyai dinding yang terdiri atas endo- dan eksosporium, dan di samping itu masih mempunyai perisporium yang berlapis-lapis. Lapisan perisporium yang paling luar terdiri atas dua pita sejajar yang dalam keadaan basah membalut spora. Pita itu ujungnya agak melebar seperti lidah . Jika spora menjadi kering, pita itu terlepas dari gulungannya, akan tetepi kurang lebih di tengah-tengahnya tetap melekat pada eksosporium. Dengan adanya pita yang memperlihatkan gerakan higroskopik itu, pemencaran spora di permudah, dan itu kemungkinan adanya beberapa spora yang selalu bergandeng-gandengan amatlah besar, dan bila spora dan jatuh di tempat yang amatlah besar, dan bila spora • dan • jatuh di tempat yang berdekatan, tentulah dalam perkembangan selanjutnya protalium • akan berdekatan pula dengan protalium •. Pada perkecambahan spora, rhizoid keluar dari bagian yang tidak menghadap sinar matahari.
Sel-sel lainnya berkembang terus menjadi bagian protalium yang berwarna hijau. Protalium berupa talus yang bercabang-cabang, dapat berumah satu, tetapi biasanya berumah dua. Anteridium terbenam dalam protalium • dan mengeluarkan spermatozoid berbentuk sekrup dengan banyak bulu cambuk.
Zigot mula-mula membelah menjadi dua sel, tetapi berlainan dengan Lycopodium, pada Equisetales tidak terbentuk suspensor, melainkan kedua sel itu membelah-belah lagi. Embrio pada Equisetales letaknya eksokopik, tunas mempunyai sel ujung bentuk piramid. Bakal akar terletak di bagian samping sumbu panjangnya.
Beberapa jenis tumbuhan ini mempunyai sebagian batang yang tetap steril dan banyak bercabangcabang, dan cabang-cabang itu tersusun dalam karangan. Sel-sel epidermis batang mengandung zat kersik pada dinding yang sebelah luar, oleh sebab itu abu batang tumbuhan ini dapat digunakan sebagai penggosok.
Beberapa contoh jenis paku ekor kuda yang masih hidup dan ditemukan di Indonesia, antara lain Equisetum aeniie, E. ramosissunum. Di Eropa E. arvense, E. pratense.
Warga suku ini banyak tumbuh dalam zaman Palaezoikum, teristimewa dalam zaman Karbon. Jenis tumbuhan dari suku ini mempunyai habitus yang sangat menyerupai paku ekor kuda sekarang, tetapi biasanya berbentuk pohon, jarang sekali berupa terna. Di antara pohon-pohon itu ada yang mencapai tinggi 30 m, dengan garis tengah batang 1 m dan cabang-cabang yang tersusun berkarang. Batang bersifat monopodial, sebagian gelam terdiri atas kulit mati (kerak). Pertumbuhan menebal sekunder berlangsung dengan perantaraan kambium. Dalam bagian kayu terdapat trakeida jala dan trakeida yang mempunyai noktah-noktah halaman. Dalam bagian kayu terdapat saluran udara, sehingga batang bersifat sepert pipa. Adanya saluran udara yang membujur dalam bagian kayu itu menyebabkan batang kurang kuat dan mudah patah. Akar yang keluar dari buku-buku batang dan dari rimpang juga mempunyai kambium.
Warga suku ini paling tua adalah Asterocalomites, mempunyai daun-daun kecil yang menggarpu. Biasanya daun-daun warga Asterocalomites berupa daun tunggal, mempunyai satu tulang daun, berbentuk lanset panjang dan tersusun berkarang. Daun-daun telah mencapai panjang sampai beberapa cm dan telah mempunyai jaringan tiang sebagai jaringan asimilasinya. Rangkaian sporofil mempunyai susunan yang sama dengan Equisetum, tetapi pada Calamitaceae terdapat daun-daun steril dan fertil berselang-selang. Di antara Calamitaceae ada yang isopor, ada pula yang heterospor, spora tidak mempunyai haptera.
Dari segi filogeni Calamitaceae dipandang lebih tua daripada Equisetaceae yang selalu isopor, akan tetapi anggapan itu sukar diterima, padahal umumnya orang beranggapan bahwa sifat heterospor adalah gejala yang lebih maju daripada sifat isopor dan bukan sebaliknya. Contoh-contoh jenis tumbuhan yang tergolong dalam suku Calamitaceae ialah Eucalamites multiramis, Calamostachys binneyana, Asterophyllites longifolus.
Tumbuhan dari bangsa ini hanya dikenal sebagai fosil dari zaman Palaezoikum. Daundaunnya menggarpu atau berbentuk pasak dengan tulang-tulang yang bercabang menggarpu, tersusun berkarang, dan tiap karangan biasanya terdiri dari 6 daun. Dari bangsa ini, warga yang filogenetik merupakan tumbuhan tertua mempunyai daun-daun yang tidak sama (heterofil). Pada warga Sphenophyllum terdapat daun-daun yang berbentuk pasak dan daun-daun kecil yang sempit yang menggarpu. Tumbuhan ini banyak tersebar dalam zaman Devon akhir sampai Perm, berupa terna yang rupa-rupanya dapat memanjat.
Batangnya mencapai tebal sejari, beruas-ruas panjang, bercabang-cabang, mempunyai satu berkas pengangkut yang tidak berteras dan mempunyai kambium. Dalam bagian kayu terdapat trakeida noktah halaman dan trakeida jala. Rangkaian sporofil menyerupai Equisetum, sebagian bersifat isopor sebagian heterospor. Contoh-contoh Sphenophyllum cuneifolium, S. dawsoni, S.fertile.
Warga bangsa ini pun telah fosil. Tumbuhan itu telah mulai muncul di atas bumi pada pertengahan zaman Devon. Di antaranya yang paling terkenal adalah anggota marga Rhynia, berupa semak-semak kecil yang bercabang-cabang menggarpu, daun-daunnya tersusun berkarang tidak beraturan. Helaian daun sempit, berbagi menggarpu. Sporofil tersusun dalam suatu bulir, tetapi sporofil itu belum berbentuk perisai, melainkan masih bercabang-cabang menggarpu tidak beraturan dengan sporangium yang bergantungan. Bangsa Protoarticulatales mencakup suku Rhyniaceae, yang anggota-anggotanya dipandang sebagai nenek moyang Sphenphyllaceae dan Calamitaceae. Contoh Rhynia elegans.
Equisetinae mencapai puncak perkembangannya dalam zaman Palaezoikum, yang hamper semuanya kemudian punah kecuali marga Equisetum yang masih kita kenal sampai sekarang. Jenisjenis tumbuhan dari marga Equisetum yang sekarang ada merupakan sisa dari warga Equisetum yang dahulu lebih banyak dan lebih meluas.
Dalam Mesozoikum dulu hidup jenis-jenis Equisetum yang telah memperlihatkan pertumbuhan menebal sekunder(mempunyai kambium). Beberapa golongan yang telah punah itu (Sphenophyllaceae, Calamitaceae), kebanyakan bersifat heterospor, akan tetapi belum pernah ada warga Equisetinae yang mencapai tingkat perkembangan sampai dapat menghasilkan biji seperti Lepidospermae. Nenek moyang Equisetinae mungkin sekali tumbuhan yang tergolong dalam Psilophytinae. Jadi Equisetinae dan Lycopodinae dapat sisamakan dengan dua cabang dengan perkembangan yang sejajar, keduanya berasal dari Psilophytinae, tetapi berbeda mikrofilnya. Di sana akan kita jumpai organ-organ khusus pembentuk spora. Spora dihasilkan dan dibentuk dalam suatu wadah yang disebut sebagai sporangium. Biasanya sporangium pada tumbuhan paku terkumpul pada permukaan bawah daun.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari latar belakang dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tanaman paku ekor kuda (sphenophyta) merupakan tanaman yang bentuknya seperti ekor kuda dengan batang tumbuhan berwarna hijau, beruas-ruas, berlubang di tengahnya, berperan sebagai organ fotosintetik menggantikan daun. Batangnya dapat bercabang. Cabang duduk mengitari batang utama. Batang ini banyak mengandung silika.  Tanamana paku ekor kuda menyukai tanah yang basah, baik berpasir maupun berlempung, beberapa bahkan tumbuh di air (batang yang berongga membantu adaptasi pada lingkungan ini)

B.     Saran
Disarankan kepada para mahasiswa untuk mempelajari dan memahami lebih dalam lagi tentang tanaman paku ekor kuda (sphenophyta) sebagai tanaman hias.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Taksonomi Tumbuhan Sphenophyta

Cecep, Ahmad.2010. Pterydophyta (Tumbuhan Paku). Bandung : Rineka Cipta.

Sharma, 2002. Taksonomi Tumbuhan 1. Jakarta : EGC.

Sutrisna,Putu.2011. Klasifikasi Tumbuhan Sphenophyta. Bandung : Raja Grafindo Persada.

Tjitrosoepomo. 1989. Taksonomi Tumbuhan Sphenophyta, Pteridophyhta. Yogyakarta : UGM Press.