BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Pada
prinsipnya ditinjau dari biologi, makhluk hidup dapat dibagi atas dua bagian
besar yaitu, hewan dan tumbuhan. Kedua kelompok ini sangat tergantung kepada
faktor-faktor yang ada diluar dirinya baik itu secara langsung maupun tidak
langsung. Dengan kata lain tidak ada satumakhluk hidup pun di dunia ini yang
dapat berdiri sendiri tanpa bergantung dengan faktor lainnya. Faktor luar yang
mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ini disebut dengan lingkungan.
Manusia
sebagai makhluk hidup telah terlibat dan tertarik dengan masalah- masalah
lingkungan sejak dahulu kala walaupun mereka tidak mengerti perkataan ekologi
itu sendiri. Dalam masyarakat primitif setiap individu untuk dapat bertahan
hidup memerlukan pengetahuan terhadap organisma yang efektif mempengaruhi
kehidupan organisma tersebut. Setiap tanaman menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Penyesuaian ini berguna untuk mempertahankan hidupnya.
Ekologi
merupakan gabungan dari dua kata dalam Bahasa Yunani yaitu oikos berarti rumah dan logos berarti ilmu atau pelajaran.
Secara etimologis ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dan rumah
tangganya. Dengan kata lain defenisi dari ekologi ialah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Berdasarkan
defenisi di atas maka yang dimaksud dengan Ekologi Tanaman adalah ilmu
yang mempelajari hubungan timbale balik antara tanaman (tumbuhan yang
dibudidayakan) dengan lingkungannya. Lingkungan hidup tanaman dibagi
atas dua kelompok yaitu lingkungan biotik dan abiotik. Dari lingkungan inilah
tanaman memperoleh sumberdaya cahaya, hara mineral, dan sebagainya kelebihan
atau ketidakcocokkan akan menyebabkan terjadinya cekaman (stress) pada tanaman.
Berdasarkan
makna ekologi di atas maka jelaslah bahwa ekologi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari ilmu biologi. Oleh karenanya Ilmu Biologi sering disebut
dengan biologi lingkungan. Ekologi merupakan bagian
kecil dari Biologi. Yang termasuk dalam ruang lingkup biologi ialah organisma,
populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfir. Jika kita perhatikan
bahasanbahasan dalam mempelajari ekologi ternyata masing-masing ilmu yang
membahas suatu EKOLOGI TANAMAN individu atau grup tidak terlepas dari membahas
masalah ekologi. Dari penjelasan ini dapat dilihat ternyata ekologi merupakan
ilmu yang cakupannya amat luas.
Bagaimana
reaksi dari organisme atau individu atau kelompok individu terhadap lingkungan
atau sebaliknya juga dipelajari dalam ekologi. Organisma dalam pengertian biologi ialah makhluk secara individu
atau sesuatu kesatuan organ yang mempunyai tanda-tanda dan aktifitas kehidupan.
Organisma
dalam biologi sering disebut sebagai individu. Populasi ialah kumpulan dari organisma-organisma sejenis yang
dapat berbiak silang sedangkan komunitas
ialah kumpulan dari beberapa populasi yang hidup disuatu areal tertentu.
Sebagai contoh ialah, komunitas kolam, padang pasir, dan sebagainya. Ekosistem atau sistem ekologi ialah
satu unit tunggal dari komuniti tumbuhan dan hewan.
1.2 . Tujuan
Tujuan dilaksanakan praktikum ini
adalah untuk menyelesaikan satu SKS dari tiga SKS mata kuliah Ekologi serta
untuk kepentingan mahasiswa itu sendiri dalam mempelajari ilmu Ekologi. Tujuan
ini juga dilaksanakan sebagai latihan untuk memperdalam ilmu, melatih, membina
para mahasiswa atau para praktikan agar mampu bekerja dengan baik dan
bertanggungjawab sehingga nanti memperoleh gambaran tentang masalah yang akan
datang sesuai dengan tuntutan tugas yang diberikan kepadanya dan sesuai dengan
disiplin ilmu yang dimilikinya.
BAB
II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
2.1. Tujuan
Mengetahui kerapatan, kemelimpahan dan dominansi
tumbuhan pinggir pantai.
2.2. Pelaksanaan
2.2.1. Hari
/ Tanggal : Selasa / 18 Januari 2011
2.2.2.
Tempat : Pantai Malimbo
2.2.3.
Pukul : 08.00 – 16.00
2.3. Kajian
Pustaka
Analisa vegetasi
adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur)
vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas,
maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita
cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam
sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh,
cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan.
Prinsip penentuan ukuran petak adalah
petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat
mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat
dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik
berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa
menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas
tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan
menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak
yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur
agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika
menggunakan metode jalur.
Caranya adalah dengan mendaftarkan
jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar
dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti
sampai dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti
pada banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan
luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10% (Oosting,
1958; Cain & Castro, 1959). Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa
menggunakan luas 1m x1m atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena yang penting adalah
konsistensi luas petak berikutnya yang merupakan dua kali luas petak awal dan
kemampuan pengerjaannya dilapangan.
Jika berbicara mengenai vegetasi,
kita tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan
komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen
tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan
yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi
banyak subtangkai.
2. Epifit (Epiphyte) :
Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma).
Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
3. Paku-pakuan (Fern) :
Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan
berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
4. Palma (Palm) :
Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak
bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya
terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber) :
Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat
atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
6. Terna (Herb) :
Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak
panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih
dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
7. Pohon (Tree) : Tumbuhan
yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama
dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat
permudaannya, yaitu :
a. Semai (Seedling) :
Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling) :
Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c. Tiang (Poles) :
Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Adapun parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara
langsung adalah :
1.
Nama jenis (lokal atau botanis)
2.
Jumlah individu setiap jenis untuk
menghitung kerapatan
3.
Penutupan tajuk untuk
mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan
4.
Diameter batang untuk
mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.
5.
Tinggi pohon, baik tinggi total
(TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk mengetahui stratifikasi
dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir ukuran volume pohon.
Hasil pengukuran lapangan dilakukan
dianalisis data untuk mengetahui kondisi kawasan yang diukur secara
kuantitatif. Dibawah ini adalah beberapa rumus yang penting diperhatikan dalam
menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu
a. Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) ini
digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau
dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis
dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai
Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR),
(Mueller-Dombois dan ellenberg, 1974; Soerianegara dan Indrawan, 2005).
b. Keanekaragaman
Jenis
Keanekaragaman jenis adalah parameter
yang sangat berguna untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk
mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau
kestabilan suatu komunitas. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan
rumus Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener :
dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu jenis ke-n
N = Total jumlah individu
c. Indeks Kekayaan Jenis dari Margallef (R1)
dimana :
R1 = Indeks kekayaan Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu
d. Indeks Kemerataan Jenis
Dimana :
E = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 <
3.5 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah, R1 = 3.5 – 5.0
menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R1 tergolong tinggi
jika > 5.0.
Besaran H’ < 1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis
tergolong rendah, H’ = 1.5 – 3.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong
sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi.
Besaran E’ < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis
tergolong rendah, E’ = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan E’ >
0.6 maka kemerataaan jenis tergolong tinggi.
e. Koefisien Kesamaan Komunitas
Untuk mengetahui kesamaan relatif
dari komposisi jenis dan struktur antara dua tegakan yang dibandingkan dapat
menggunakan rumus sebagai berikut (Bray dan Curtis, 1957 dalam
Soerianegara dan Indrawan, 2005) :
dimana :
IS = Koefisien masyarakat atau koefisien kesamaan
komunitas
W = Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah ( < )
dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan
a, b = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang
terdapat pada tegakan pertama dan kedua
Nilai koefisien kesamaan komunitas
berkisar antara 0-100 %. Semakin mendekati nilai 100%, keadaan tegakan yang
dibandingkan mempunyai kesamaan yang tinggi. Dari nilai kesamaan komunitas (IS)
dapat ditentukan koefisien ketidaksamaan komunitas (ID) yang besarnya 100 – IS.
Untuk menghitung IS, dapat digunakan nilai kerapatan, biomassa, penutupan tajuk
atau INP.
f. Indeks Dominasi
Indeks dominasi digunakan untuk
mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih
terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan
sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai
indeks dominasi akan rendah. Untuk menentukan nilai indeks dominasi digunakan
rumus Simpson (1949) dalam Misra (1973) sebagai berikut :
Dimana :
C : Indeks dominasi
ni : Nilai penting masing-masing jenis ke-n
N : Total nilai penting dari seluruh jenis
2.4. Alat dan Bahan
2.4.1. Alat
a. Meteran
b. Tali rapiah
c. Gunting
d. Kantong plastik
e. Patok
f. Alat tulis
menulis dan alasnya
2.4.2.
Bahan
Berbagai tumbuh-tumbuhan pada pantai
2.5. Hasil pengamatan
Tabel 2.1. Hasil Pengamatan
No
|
Nama
Spesiman
(Tanaman)
|
∑
Spesimen (Tanaman) pada plot
|
Total
|
||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
|||
1.
|
Pecut ekor kuda
|
22
|
18
|
69
|
10
|
13
|
132
|
2.
|
Serat kuku
|
-
|
-
|
13
|
4
|
-
|
17
|
3.
|
Selaguri
|
30
|
14
|
29
|
7
|
23
|
103
|
4.
|
Ageratum
consoides
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
5.
|
Cyperus
rotundus
|
-
|
-
|
30
|
6
|
-
|
36
|
6.
|
Cyperus
rotundus
|
16
|
-
|
-
|
-
|
-
|
16
|
7.
|
Spesies A
|
26
|
4
|
6
|
3
|
20
|
59
|
8.
|
Spesies B
|
12
|
20
|
62
|
28
|
-
|
122
|
9.
|
Spesies C
|
-
|
25
|
-
|
-
|
-
|
25
|
10.
|
Spesies D
|
-
|
-
|
-
|
5
|
6
|
11
|
11.
|
Spesies E
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
4
|
12.
|
Spesies F
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
Total
|
528
|
2.6 Analisis Data
Luas Area = 2m x 2m x Semua plot
= 2 x 2 x 5
= 20m2
1.Menghitung Densitas (D)
a. Densitas Jenis (D)
Densitas Jenis (DJ) =
D Pecut ekor kuda =
= 6,60
D Serat kuku =
= 0,85
D Selaguri = = 5,15
D Ageratum consoides =
= 0,10
D Cyperus rotundus =
= 1,80
D Cyperus rotundus = = 0,80
D Spesies A =
= 2,95
D Spesies B =
= 6,10
D Spesies C
= = 1,25
D Spesies D = = 0,55
D Spesies E =
= 0,20
D Spesies F =
= 0,05
∑D = D1 + D2 + D3 + D4 + D5
+ D6 + D7 + D8 + D9 + D10 + D11 + D12
= 6,60 + 0,85+ 5,15 + 0,10 +
1,80+ 0,80 + 2,95 + 6,10 + 1,25 + 0,55
+ 0,20 + 0,05
= 62,65
b. Densitas Relatif (DR)
Densitas Relatif (DR)= x 100
DR Pecut ekor kuda =x 100% = 10,53%
DR Serat kuku =
x 100% = 1,36%
DR Selaguri =
x 100%= 8,22%
DR Ageratum consoides = x 100%= 0,16%
DR Cyperus rotundus = x 100%= 2,87%
DR Cyperus rotundus = x 100%= 1,28%
DR Spesies A =
x 100%= 4,71%
DR Spesies B =
x 100% = 9,74%
DR Spesies C =
x 100% = 2%
DR Spesies D =
x 100% = 0,88%
DR Spesies E =
x 100% = 0,32%
DR Spesies F =
x 100% = 0,08%
2.
Menghitung Frekuensi (F)
a.Frekuensi Jenis
(F)
Frekuensi Jenis (FJ) =
F Pecut ekor kuda = = 0,46
F Serat kuku = = 0,71
F Selaguri = = 0,36
F
Ageratum consoides =
= 0,01
F
Cyperus rotundus =
= 0,13
F
Cyperus rotundus == 0,06
F Spesies A = = 0,21
F Spesies B = = 0.43
F Spesies C = = 0,09
F Spesies D =
= 0,04
F Spesies E = = 0,02
F Spesies F == 0,004
∑F = F1 + F2 + F3 + F4 + F5 + F6 + F7 + F8 + F9 + F10
= 0,46 + 0,71+ 0,36 + 0,01+ 0,13 + 0,06 + 0,21+ 0.43 + 0,09 + 0,04 +
0,02 + 0,004
= 2,52
c.
Frekuensi Relatif (FR)
Frekuensi Relatif (FR)= x 100%
FR Pecut ekor kuda =
x 100%= 18,25%
FR Serat kuku =
x 100%= 28,17%
FR Selaguri = x 100%= 14,29%
FR Ageratum consoides = x 100%= 0,40%
FR Cyperus rotundus = x 100%= 5,16%
FR Cyperus rotundus = x 100%= 2,38%
FR Spesies A =
x 100%= 8,33%
FR Spesies B =
x 100%= 0,1%
FR Spesies C =
x 100% = 3,57%
FR Spesies D = x 100%= 1,59%
FR Spesies E = x 100%= 0,79%
FR Spesies F = x 100%=0,12%
- Menghitung Dominansi (Dom)
a.
Dominansi Jenis (Dom)
Dominansi Jenis (Dom J)=
Dom Pecut ekor kuda =
= 0,24
Dom Serat kuku =
= 0,04
Dom Selaguri =
= 0,10
Dom Ageratum consoides = = 0,01
Dom Cyperus rotundus = = 0,10
Dom Cyperus rotundus = = 0,05
Dom Spesies A = = 0,09
Dom Spesies B =
= 0,21
Dom Spesies C = = 0,09
Dom Spesies D = = 0,02
Dom Spesies E =
= 0,01
Dom Spesies F =
= 0,003
∑Dom = Dom1 + Dom2 + Dom3 + Dom4 + Dom5 + Dom6 + Dom7 + Dom8 + Dom9
+ Dom10 + Dom11 + Dom12
= 0,24+ 0,04 + 0,10 + 0,01 + 0,10 + 0,05 + 0,09 + 0,21 + 0,09 + 0,02
+ 0,01 + 0,003
= 0,96
b. Domonansi Relatif (Dom R)
Dom R= x 100%
Dom R Pecut ekor kuda = x 100%= 25%
Dom R Serat kuku =
x 100%= 4,17%
Dom R Selaguri =x 100%= 10,42%
Dom R Ageratum consoides = x 100%= 1,04%
Dom R Cyperus rotundus = x 100%= 10,42%
Dom R Cyperus rotundus = x 100%= 5,21%
Dom R Spesies A =
x 100%= 9,38%
Dom R Spesies B =
x 100%= 21,88%
Dom R Spesies C = x 100%= 9,38%
Dom R Spesies D =
x 100%= 2,08%
Dom R Spesies E =
x 100%= 1,04%
Dom
R Spesies F = x 100%= 0,21%
- Nilai penting (M)
My =
DRy + FRy + Dom Ry
M Pecut ekor kuda = 10,53% + 18,25% + 25% = 53,78%
M Serat kuku = 1,36 % + 28,17% + 4,17% = 33,7%
M Selaguri = 8,22% + 14,29% + 10,42% = 32,93%
M
Ageratum consoides = 0,16
% + 0,40% + 1,04%
= 1,6%
M
Cyperus rotundus =
2,87 % + 5,16% + 10,42%
= 18,45%
M
Cyperus rotundus =
1,28% + 2,38%
+ 5,21% = 8,87%
M Spesies A = 4,71% + 8,33%
+ 9,38% = 14,95%
M Spesies B = 9,74% + 17,06% + 21,88% = 48,68%
M Spesies C = 2% + 3,57%
+ 9,38% = 14,95%
M Spesies D = 0,88% + 1,59% + 2,08%
= 4,55%
M Spesies E = 0,32% + 0,79% + 1,04%
= 2,15%
M Spesies F = 0,08% + 0.12% + 0,31%
= 0,51%
∑M = M1 + M2 + M3 + M4 + M5 + M6 + M7 + M8 +
M9 +M10 + M11 + M12
= 53,78% + 33,7% + 32,93% + 1,6% + 18,45% + 8,87% + 14,95% + 48,68%
+ 14,95% + 4,55% + 2,15% + 0,51%
= 242,59%
- Indeks Keragaman (H)
Hy = -. Log
= -
H Pecut ekor kuda = - . Log
=
- (0,22) . Log (2,22)
= - (0,22) . ( - 0,66)
= 0,14
H Serat kuku = - . Log
= - (0,14) . Log (0,14)
= - (0,14) . ( – 0,85)
= 0,12
H Selaguri =
- . Log
= - (0,14)
. Log (0,14)
= - (0,14)
. (- 0,85)
= 0,12
H
Ageratum consoides =
- . Log
= - (0,007)
. Log (0,007)
= - (0,007)
. (- 2,15)
= 0,02
H
Cyperus rotundus =
- . Log
= - (0,08)
. Log (0,08)
= - (0,08)
. (- 1,1)
= 0,09
H
Cyperus rotundus =
- . Log
= - (0,04)
. Log (0,04)
= - (0,04)
. (- I,4)
= 0.06
H Spesies A = - . Log
= - (0,09)
. Log (0,09)
= - (0,09)
. (- 1,04)
= 0,09
H Spesies B = - . Log
= - (0,20)
. Log (0,20)
= -(0,20)
. (- 0,7)
= 0,14
H Spesies C = - . Log
= - (0.06)
. Log (0.06)
= - (0.06)
. (- 1,22)
= 0,07
H Spesies D = - . Log
= - (0,02)
. Log (0,02)
= - (0,02)
. (- 1,7)
= 0,03
H Spesies E = - . Log
= -
(0,009) . Log (0,009)
= -
(0,009) . (- 2,04)
= 0,02
H Spesies F = - . Log
= -
(0,51) . Log (0,51)
= -
(0,51) . (- 2)
= 0,02
2.7. Pembahasan
Vegetasi pinggir pantai didominasi
oleh tumbuhan yang menjalar yang termasuk dalam jenis mana dan banyak juga
terdapat semak, sedangkan pohon yang tinggi seperti pardu, sangatlah jarang.
Bentuk daunnya kecil-kecil ini disebabkan untuk mengurangi penguapan yang
terlalu tinggi, serta struktur tanah yang berpasir. Hal ini dipengaruhi oleh
salinitas dan dapat menyebabkan tumbuhan dengan ciri pohon maupun pardu kurang,
dan tumbuhan pinggir pantai cenderung pendek
Dilihat dari hasil pengamatan yang
dilakukan di pinggir pantai dengan membuat 5 plot yang masing berukuran 2m x 2m
terdapat beberapa tumbuhan yang
berbeda-beda jenis. Tumbuhan tersebut diantaranya, Pecut ekor kuda, Serat kuku,
Selaguri, Ageratum consoides, Cyperus
rotundus, Mimosa pudica, Spesies A, Spesies B, Spesies C, Spesies D, Spesies
E,dan Spesies F. Jumlah total dari semua tumbuhan pada semua plot adalah ada
528 tumbuhan.
Untuk mengetahui kerapatan,
kemelimpahan dan dominansi tumbuhan pinggir pantai terlebih dahulu harus
dinghitung dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan. Dari analisa data
yang dihitung menggunakan Densitas Jenis (D) kemudian dicari menggunakan
Densitas Relatif (DR), lalu menghitung dengan Frekuensi Jenis (F) dan Frekuensi
Relatif (FR), setelah itu mencari Dominansi (Dom) dan Dominansi lalu menghitung
Importance Volume (Nilai Penting) sehingga dapat diketahui Nilai Indeks
Keragamannya.
Pada plot pertama Nilai Indeks
Keragamannya tidak rapat hasilnya 0,14, kemudian pada plot yang ke-dua tidak rapat yang diperoleh hasil 0,12, plot ke-tiga
juga tidak rapat hasilnya sama dengan plot yang ke-dua yaitu 0,12, sementara
plot ke-empat juga tidak rapat yaitu 0,09, dan plot yang ke-lima sama tidak rapat
yang hasilnya adalah 0,09, Nilai Indeks Keragaman pada plot ke-enam 0,06, plot
ke-tujuh 0,09, plot ke-delapan 0,14, plot ke-sembilan 0.07, plot ke-sepuluh
0.03, plot ke-sebelas 0,02 dan plot yang ke-dua belas 0,02, tumbuhan yang
berada disemua tidak rapat.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat ditarik
kesimpulan bahwa tumbuhan yang berada di
semua plot tidak rapat. Vegetasi pinggir pantai didominasi oleh tumbuhan yang
menjalar yang termasuk dalam jenis mana dan banyak juga terdapat semak,
sedangkan pohon yang tinggi seperti pardu, sangatlah jarang. bentuk daunnya
kecil-kecil ini disebabkan untuk mengurangi penguapan yang terlalu tinggi, ciri
pohon maupun pardu kurang, dan tumbuhan pinggir pantai cenderung pendek.
. Faktor yang menyebabkan
vegetasi tumbuhan di pinggir pantai
tidak rapat karena salinitas kadar garam di pinggir pantai tinggi dan juga
berpasir, sehingga hanya tumbuhan tertentu yang memiliki kemampuan untuk
beradaptasi dengan lingkungan sekitar pantai yang bisa bertahan hidup.
3.2. Saran-Saran
Diharapkan kepada semua Co”as agar
tetap mempertahankan kerja sama, semangat dan kedisiplinan ketika asistensi
maupun praktikum seperti biasanya. Dan satu lagi yang paling penting tetap
senyum meskipun senyum itu bohong, karena dengan begitu suasana akan lebih
menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk
Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: UI Press.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk
Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk
Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.
Greig-Smith, P.
1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume 9. Oxford:
Blackwell Scientific Publications
Kershaw, K.A. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology.
London: Edward Arnold
Publishers.
Kimmins, J.P.
1987. Forest Ecology. New York: Macmillan Publishing Co.
Syafei, Eden
Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB