MAKALAH
TUMBUHAN PAKU EKOR KUDA (SPHENOPHYTA)
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK XVIII
1.
DIAN
ISLAMIATY
2.
YULITA
BILI
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
IKIP MATARAM
2012
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya
dengan judul “Paku Ekor Kuda (Sphenophyta)”.
Kami juga menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan maupun
kekeliruan. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya.
Dan tidak lupa kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi diri kami pribadi dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Mataram,
November 2012
Penyusun
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Klasifikasi
Paku Ekor Kuda........................................................... 3
B. Ciri-ciri Paku Ekor Kuda (Sphenophyta)................................... 4
C. Habitat Tanaman Paku Ekor Kuda ............................................ 5
D. Metagenesis atau
Pergiliran Keturunan Paku................................ 6
BAB III PENUTUP....................................................................................... 11
A. Kesimpulan.................................................................................. 11
B. Saran ........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman paku ekor kuda tepat untuk daerah yang berair,
atau area-area yang kurang baik pengeringannya. Hal lain yang menarik, ternyata
tanaman paku ekor kuda adalah sebuah “fosil hidup”. Tanaman paku
ekor kuda itu persis seperti fosil paku ekor kuda yang “diukur” berusia lebih
dari 145 juta tahun
waktu yang oleh
para penganut teori evolusi disebut sebagai Periode Jurassic atau ‘era
dinosaurus’.
Fosil paku ekor kuda tersebut juga ‘fosil-fosil hidup’
lainnya menyatakan ketidak berubahan, dan tidak menyatakan perubahan
evolusioner. Tapi fosil paku ekor kuda tersebut malah sering dipamerkan sebagai
bukti dari skema waktu paham evolusi, dan diapun dideskripsikan dalam
istilah-istilah paham evolusi. Contohnya paku ekor kuda “terlalu primitif untuk
menghasilkan benih jadi mereka bereproduksi dengan spora seperti pakis”1.
Pertama, tidak pernah ada perubahan yang bersifat evolusi
(anggapan tentang ‘keprimitifan’ lawan ‘kemoderenan’ tidak berlaku) tetumbuhan
paku ekor kuda juga menghasilkan tetumbuhan paku ekor kuda, bereproduksi
“sesuai dengan jenisnya”,
Kedua, fosil-fosil paku ekor kuda di sekeliling dunia
terawetkan dengan begitu bagus, hal ini pas dengan peristiwa banjir global 4500
tahun yang lalu terjadi bencana penguburan besar-besaran. Tanaman paku ekor
kuda dan dinosaurus, dua-duanya diciptakan bersama dengan segala yang lain,
pada minggu penciptaan sekitar 6000 tahun yang lalu mereka tidak
mengkonfirmasi anggapan paham evolusi.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat disusun rumusannya masalahnya sebagai berikut
:
1. Mengetahui
klasifikasi tanaman paku ekor kuda
2. Mengetahui
mengetahui ciri-ciri tanaman paku ekor kuda
3. Mengetahui
habitat tanaman paku ekor kuda
4. Mengetahui
metagenesis tanaman paku ekor kuda
5. Mengetahui
pembagian kelas tanaman paku ekor kuda
C. Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui klasifikasi tanaman paku ekor kuda
2. Untuk
mengetahui mengetahui ciri-ciri tanaman paku ekor kuda
3. Untuk
mengetahui habitat tanaman paku ekor kuda
4. Untuk
mengetahui metagenesis tanaman paku ekor kuda
5. Untuk
mengetahui pembagian kelas tanaman paku ekor kuda
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Klasifikasi
Paku Ekor Kuda
Equisetum
telmateia telmateia
|
||||||||||
|
||||||||||
Equisetum
|
Nama paku
ekor kuda merujuk pada segolongan kecil tumbuhan (sekitar 20 spesies) yang umumnya terna kecil dan
semua masuk dalam genus Equisetum (dari equus yang berarti
"kuda" dan setum yang berarti "rambut tebal" dalam bahasa Latin). Anggota-anggotanya dapat dijumpai di
seluruh dunia kecuali Antartika. Di kawasan Asia Tenggara (Indonesia termasuk di dalamnya) hanya dijumpai
satu spesies alami saja, E. ramosissimum subsp. debile, yang
dikenal sebagai rumput betung dalam bahasa Melayu, tataropongan dalam bahasa Sunda, dan petongan dalam bahasa Jawa. Kalangan taksonomi masih
memperdebatkan apakah kelompok ekor kuda merupakan divisio tersendiri, sebagai Equisetophyta
(atau Sphenophyta), atau suatu kelas dari Pteridophyta, sebagai Equisetopsida (atau Sphenopsida).
Hasil analisis molekular menunjukkan
kedekatan hubungan dengan Marattiopsida.
Semua anggota
paku ekor kuda bersifat tahunan, terna berukuran kecil (tinggi 0.2-1.5
m), meskipun beberapa anggotanya (hidup
di Amerika Tropik) ada yang bisa tumbuh mencapai 6-8 m (E. giganteum dan
E. myriochaetum).
B. Ciri-ciri Paku Ekor Kuda
(Sphenophyta)
Batang tumbuhan ini
berwarna hijau, beruas-ruas, berlubang di tengahnya, berperan sebagai organ fotosintetik menggantikan daun. Batangnya dapat bercabang.
Cabang duduk mengitari batang utama. Batang ini banyak mengandung silika. Ada kelompok
yang batangnya bercabang-cabang dalam posisi berkarang dan ada yang bercabang
tunggal. Daun pada semua anggota tumbuhan ini tidak
berkembang baik, hanya menyerupai sisik yang duduk berkarang menutupi ruas. Spora tersimpan pada
struktur berbentuk gada yang disebut strobilus
(jamak strobili) yang terletak pada ujung batang (apical). Pada
banyak spesies (misalnya E.
arvense), batang penyangga strobilus tidak bercabang dan tidak
berfotosintesis (tidak berwarna hijau) serta hanya muncul segera setelah musim
salju berakhir. Jenis-jenis lain tidak memiliki perbedaan ini (batang steril
mirip dengan batang pendukung strobilus), misalnya E. palustre dan E.
debile.
Batang fertil E. arvense dengan strobilus di ujungnya. Batang ini muncul
pada akhir musim salju, sebelum munculnya batang steril yang fotosintetik
(lihat gambar di taxobox).
Batang fertil E.
arvense dengan strobilus di ujungnya. Batang ini muncul pada akhir musim
salju, sebelum munculnya batang steril yang fotosintetik (lihat gambar di
taxobox).
Spora yang
dihasilkan paku ekor kuda umumnya hanya satu macam (homospor) meskipun spora
yang lebih kecil pada E. arvense tumbuh menjadi protalium jantan. Spora
keluar dari sporangium yang tersusun pada strobilus. Sporanya berbeda
dengan spora paku-pakuan karena memiliki empat "rambut" yang disebut elater.
Elater berfungsi sebagai pegas untuk membantu pemencaran spora.
C.
Habitat Tanaman Paku Ekor Kuda
Paku ekor kuda
menyukai tanah yang basah, baik berpasir maupun berlempung, beberapa bahkan
tumbuh di air (batang yang berongga membantu adaptasi pada lingkungan ini). E.arvense
dapat tumbuh menjadi gulma di ladang karena rimpangnya yang sangat
dalam dan menyebar luas di tanah. Herbisida pun sering tidak berhasil
mematikannya. Di Indonesia, rumput betung (E. debile) digunakan sebagai
sikat untuk mencuci dan campuran obat.
Pada masa lalu,
kira-kira pada zaman Karbonifer, paku ekor
kuda purba dan kerabatnya (Calamites, dari divisio yang sama, sekarang
sudah punah) mendominasi hutan-hutan di bumi. Beberapa spesies dapat tumbuh
sangat besar, mencapai 30 m, seperti ditunjukkan pada fosil-fosil yang
ditemukan pada deposit batu bara. Batu bara dianggap sebagai pengerasan
sisa-sisa serasah dari hutan purba ini.
Contoh spesies
Subgenus Equisetum
D. Metagenesis
atau Pergiliran Keturunan Paku
Pada metagenesis tumbuhan paku, baik
pada paku homospora, paku heterospora, ataupun paku peralihan, pada
prinsipnya sama. Ketika ada spora yang jatuh di tempat yang cocok, spora
tadi akan berkembang menjadi protalium yang merupakan generasi penghasil
gamet atau biasa disebut sebagai generasi gametofit, yang akan segera
membentuk anteredium yang akan menghasilkan spermatozoid dan arkegonium
yang akan menghasilkan ovum. Ketika spermatozoid dan ovum bertemu,
akan terbentuk zigot yang diploid yang akan segera berkembang menjadi tumbuhan
paku. Tumbuhan paku yang kita lihat sehari-hari merupakan generasi
sporofit karena mampu membentuk sporangium yang akan menghasilkan spora
untuk perkembangbiakan. Fase sporofit pada metagenesis tumbuhan paku
memiliki sifat lebih dominan daripada fase gametofitnya. Apabila kita
amati daun tumbuhan paku penghasil spora (sporofil).
Equisetinae
dibedakan dalam beberapa bangsa.
Bangsa ini hanya terdiri dari suku Eqisetaceae dan satu
marga Equisetum dengan 25 jenis saja. Tumbuh sebagian di darat, sebagian di
rawa-rawa. Memiliki semacam rimpang yang merayap, dengan cabang yang berdiri
tegak. Pada buku-buku batang terdapat suatu karangan daun serupa selaput atau
sisik, berbentuk runcing, mempunyai satu berkas pengangkut kecil. Karena daun
amat kecil, batang dan cabang-cabangnya yang mempunyai fungsi sebagai
asimilator, tampak berwarna hijau karena mengandung klorofil. Di antara warga
Equisetales terdapat beberapa jenis yang mempunyai semacam umbi untuk
menghadapi kala yang buruk, ada pula yang tetap berwarna hijau.
Sporofil tersusun dalam rangkaian yang berseling, dan
karena pendeknya ruas-ruas pendukung sporofil, maka rangkaian sporofil
terkumpul menyerupai suatu kerucut pada ujung batang. Sporofil berbentuk
perisai atau meja dengan satu kaki di tengah, dengan beberapa sporangium (5-10)
berbentuk kantung pada sisi bawahnya.
Jaringan sporogen mula-mula diliputi oleh dinding yang
terdiri atas beberapa lapis sel. Seperti biasanya, dinding sel-sel dalam
(tupetum) terlarut, plasmanya merupakan periplasmodium yang masuk di antara
spora-spora, dan habis terpakai untuk pembentrukan dinding spora. Jika spora
telah masak, sporangium hanya mempunyai dinding yang terdiri atas selapis sel
saja. Sel-selnya mempunyai penebalan berbentuk spiral atau cincin. Sporangium
yang telah masak pecah menurut suatu retak pada bagian dinding yang menghadap
ke dalam. Retak itu terjadi karena pengaruh kekutan kohesi air yang menguap dan
berkerutnya dinding sel yang tipis pada waktu mengering.
Spora mempunyai dinding yang terdiri atas endo- dan
eksosporium, dan di samping itu masih mempunyai perisporium yang
berlapis-lapis. Lapisan perisporium yang paling luar terdiri atas dua pita
sejajar yang dalam keadaan basah membalut spora. Pita itu ujungnya agak melebar
seperti lidah . Jika spora menjadi kering, pita itu terlepas dari gulungannya,
akan tetepi kurang lebih di tengah-tengahnya tetap melekat pada eksosporium.
Dengan adanya pita yang memperlihatkan gerakan higroskopik itu, pemencaran
spora di permudah, dan itu kemungkinan adanya beberapa spora yang selalu
bergandeng-gandengan amatlah besar, dan bila spora dan jatuh di tempat yang
amatlah besar, dan bila spora • dan • jatuh di tempat yang berdekatan, tentulah
dalam perkembangan selanjutnya protalium • akan berdekatan pula dengan
protalium •. Pada perkecambahan spora, rhizoid keluar dari bagian yang tidak
menghadap sinar matahari.
Sel-sel lainnya berkembang terus menjadi bagian protalium
yang berwarna hijau. Protalium berupa talus yang bercabang-cabang, dapat
berumah satu, tetapi biasanya berumah dua. Anteridium terbenam dalam protalium
• dan mengeluarkan spermatozoid berbentuk sekrup dengan banyak bulu cambuk.
Zigot mula-mula membelah menjadi dua sel, tetapi
berlainan dengan Lycopodium, pada Equisetales tidak terbentuk suspensor, melainkan
kedua sel itu membelah-belah lagi. Embrio pada Equisetales letaknya eksokopik,
tunas mempunyai sel ujung bentuk piramid. Bakal akar terletak di bagian samping
sumbu panjangnya.
Beberapa jenis tumbuhan ini mempunyai sebagian batang
yang tetap steril dan banyak bercabangcabang, dan cabang-cabang itu tersusun
dalam karangan. Sel-sel epidermis batang mengandung zat kersik pada dinding
yang sebelah luar, oleh sebab itu abu batang tumbuhan ini dapat digunakan
sebagai penggosok.
Beberapa contoh jenis paku ekor kuda yang masih hidup dan
ditemukan di Indonesia,
antara lain Equisetum aeniie, E. ramosissunum. Di Eropa E. arvense, E.
pratense.
Warga suku ini banyak tumbuh dalam zaman Palaezoikum,
teristimewa dalam zaman Karbon. Jenis tumbuhan dari suku ini mempunyai habitus
yang sangat menyerupai paku ekor kuda sekarang, tetapi biasanya berbentuk
pohon, jarang sekali berupa terna. Di antara pohon-pohon itu ada yang mencapai
tinggi 30 m, dengan garis tengah batang 1 m dan cabang-cabang yang tersusun
berkarang. Batang bersifat monopodial, sebagian gelam terdiri atas kulit mati
(kerak). Pertumbuhan menebal sekunder berlangsung dengan perantaraan kambium.
Dalam bagian kayu terdapat trakeida jala dan trakeida yang mempunyai
noktah-noktah halaman. Dalam bagian kayu terdapat saluran udara, sehingga
batang bersifat sepert pipa. Adanya saluran udara yang membujur dalam bagian
kayu itu menyebabkan batang kurang kuat dan mudah patah. Akar yang keluar dari
buku-buku batang dan dari rimpang juga mempunyai kambium.
Warga suku ini paling tua adalah Asterocalomites,
mempunyai daun-daun kecil yang menggarpu. Biasanya daun-daun warga
Asterocalomites berupa daun tunggal, mempunyai satu tulang daun, berbentuk
lanset panjang dan tersusun berkarang. Daun-daun telah mencapai panjang sampai
beberapa cm dan telah mempunyai jaringan tiang sebagai jaringan asimilasinya.
Rangkaian sporofil mempunyai susunan yang sama dengan Equisetum, tetapi pada
Calamitaceae terdapat daun-daun steril dan fertil berselang-selang. Di antara
Calamitaceae ada yang isopor, ada pula yang heterospor, spora tidak mempunyai
haptera.
Dari segi filogeni Calamitaceae dipandang lebih tua
daripada Equisetaceae yang selalu isopor, akan tetapi anggapan itu sukar
diterima, padahal umumnya orang beranggapan bahwa sifat heterospor adalah
gejala yang lebih maju daripada sifat isopor dan bukan sebaliknya.
Contoh-contoh jenis tumbuhan yang tergolong dalam suku Calamitaceae ialah
Eucalamites multiramis, Calamostachys binneyana, Asterophyllites longifolus.
Tumbuhan dari bangsa ini hanya dikenal sebagai fosil dari
zaman Palaezoikum. Daundaunnya menggarpu atau berbentuk pasak dengan
tulang-tulang yang bercabang menggarpu, tersusun berkarang, dan tiap karangan
biasanya terdiri dari 6 daun. Dari bangsa ini, warga yang filogenetik merupakan
tumbuhan tertua mempunyai daun-daun yang tidak sama (heterofil). Pada warga
Sphenophyllum terdapat daun-daun yang berbentuk pasak dan daun-daun kecil yang
sempit yang menggarpu. Tumbuhan ini banyak tersebar dalam zaman Devon akhir
sampai Perm,
berupa terna yang rupa-rupanya dapat memanjat.
Batangnya mencapai tebal sejari, beruas-ruas panjang,
bercabang-cabang, mempunyai satu berkas pengangkut yang tidak berteras dan
mempunyai kambium. Dalam bagian kayu terdapat trakeida noktah halaman dan
trakeida jala. Rangkaian sporofil menyerupai Equisetum, sebagian bersifat
isopor sebagian heterospor. Contoh-contoh Sphenophyllum cuneifolium, S.
dawsoni, S.fertile.
Warga bangsa ini pun telah fosil. Tumbuhan itu telah
mulai muncul di atas bumi pada pertengahan zaman Devon.
Di antaranya yang paling terkenal adalah anggota marga Rhynia, berupa
semak-semak kecil yang bercabang-cabang menggarpu, daun-daunnya tersusun
berkarang tidak beraturan. Helaian daun sempit, berbagi menggarpu. Sporofil
tersusun dalam suatu bulir, tetapi sporofil itu belum berbentuk perisai,
melainkan masih bercabang-cabang menggarpu tidak beraturan dengan sporangium
yang bergantungan. Bangsa Protoarticulatales mencakup suku Rhyniaceae, yang
anggota-anggotanya dipandang sebagai nenek moyang Sphenphyllaceae dan
Calamitaceae. Contoh Rhynia elegans.
Equisetinae mencapai puncak perkembangannya dalam zaman
Palaezoikum, yang hamper semuanya kemudian punah kecuali marga Equisetum yang
masih kita kenal sampai sekarang. Jenisjenis tumbuhan dari marga Equisetum yang
sekarang ada merupakan sisa dari warga Equisetum yang dahulu lebih banyak dan
lebih meluas.
Dalam Mesozoikum dulu hidup jenis-jenis Equisetum yang
telah memperlihatkan pertumbuhan menebal sekunder(mempunyai kambium). Beberapa
golongan yang telah punah itu (Sphenophyllaceae, Calamitaceae), kebanyakan
bersifat heterospor, akan tetapi belum pernah ada warga Equisetinae yang
mencapai tingkat perkembangan sampai dapat menghasilkan biji seperti
Lepidospermae. Nenek moyang Equisetinae mungkin sekali tumbuhan yang tergolong
dalam Psilophytinae. Jadi Equisetinae dan Lycopodinae dapat sisamakan dengan
dua cabang dengan perkembangan yang sejajar, keduanya berasal dari
Psilophytinae, tetapi berbeda mikrofilnya. Di sana akan kita jumpai organ-organ khusus pembentuk
spora. Spora dihasilkan dan dibentuk dalam suatu wadah yang disebut
sebagai sporangium. Biasanya sporangium pada tumbuhan paku terkumpul pada
permukaan bawah daun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari latar
belakang dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tanaman paku ekor kuda
(sphenophyta) merupakan tanaman yang bentuknya seperti ekor kuda dengan batang tumbuhan
berwarna hijau, beruas-ruas, berlubang di tengahnya, berperan sebagai organ fotosintetik menggantikan
daun. Batangnya dapat bercabang. Cabang duduk mengitari batang utama. Batang
ini banyak mengandung silika. Tanamana paku ekor kuda
menyukai tanah yang basah, baik berpasir maupun berlempung, beberapa bahkan
tumbuh di air (batang yang berongga membantu adaptasi pada lingkungan ini)
B. Saran
Disarankan
kepada para mahasiswa untuk mempelajari
dan memahami lebih dalam lagi tentang tanaman paku ekor kuda (sphenophyta)
sebagai tanaman hias.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Taksonomi Tumbuhan
Sphenophyta
Cecep, Ahmad.2010. Pterydophyta
(Tumbuhan Paku). Bandung : Rineka Cipta.
Sharma, 2002. Taksonomi Tumbuhan 1. Jakarta
: EGC.
Sutrisna,Putu.2011. Klasifikasi
Tumbuhan Sphenophyta. Bandung : Raja Grafindo Persada.
Tjitrosoepomo. 1989. Taksonomi
Tumbuhan Sphenophyta, Pteridophyhta. Yogyakarta : UGM Press.